Thursday, March 03, 2005

BEDEGUNG

Memang yang paling mudah untukku menulis tentang keluargaku, daripada soal lainnya. Apalagi menulis tentang mamaku. Hidup beliau penuh cerita, bahkan beberapa bagian cerita itu cukup dramatis. Tapi kali ini bukan bagian dramatis itu yang ingin aku ceritakan, tapi aku ingin berbagi cerita tentang kampung mamaku.

Mamaku lahir di desa yang alamnya indah, namanya Bedegung. Desa ini berjarak kurang lebih 6 jam dari kota Palembang. Sebagian besar penduduknya hidup sebagai petani dan peladang, termasuk buyutku. Menurut mamaku ayah kakek sering sekali tinggal di ladang yang terletak jauh di dalam hutan selama berbulan-bulan. Apalagi saat beliau sedang membuat rumah yang sampai saat ini masih berdiri. Konon semua kayu rumah ini berasal dari satu pohon bahkan meja kecil di teras depan rumah yang sekarang dipakai untuk tempat duduk-duduk juga kayunya berasal dari pohon tersebut. Ini dia rumah yang dibangun oleh buyutku yang mengahabiskan berpeti-peti ikan asin sebagai bekal selama pembuatannya:






BERANDA DEPAN


Mamaku lahir di rumah ini. Rumah panggung ini terdiri dari 3 kamar tidur dan ruangan tengah yang luas sekali. Setiap kami berkunjung ke rumah ini mamaku akan memperlihatkan 'kehebatannya' menghidupkan tungku kayu bakar untuk memasak :)'. Memang tidak mudah menghidupkan tungku kayu bakar agar mendapatkan api yang bagus tanpa menggunakan banyak minyak tanah. Kemudian mamaku akan mulai menceritakan masa kecilnya yang dia habiskan di rumah ini. Cerita yang sangat menyesakkan sebenarnya.

Namun cerita kenangan tentang masa menyesakkan itu untunglah tidak pernah membuat kami semua 'kapok' untuk kembali lagi ke kampung mamaku ini. Ada dua hal yang selalu menarik kami untuk kembali berkunjung lagi ke sini. Pertama Air Terjun Curup Tenang, kedua sungai di belakang rumah.

Lokasi air terjunnya tidak begitu jauh dari rumah kakekku, tidak perlu ditempuh dengan kendaraan, cukup dengan jalan kaki. Saat ini jalannya sudah bagus, 15 tahun lalu saat pertama kali kami berkunjung ke lokasi ini kami harus melewati bukit , kebun kopi, kebun durian yang hanya berupa jalan kecil yang masih jarang dilalui orang. Sekarang pemerintah sudah membangun jalan dan jembatan sehingga tidak perlu khawatir lagi akan lintah seperti sebelumnya.Terakhir aku kesini awal tahun lalu saat kakakku sekeluarga pulang ke Indonesia.

'SEPANJANG JALAN KENANGAN' (KAKEK & MAMA)

*up date* 15 tahun lalu jembatan pada foto diatas di atas adalah jembatan gantung dari kayu yang lebarnya hanya setengah ukuran yang sekarang. Pembatas bagian kiri dan kanannya bukan besi melainkan hanya tali tambang, yang juga sekaligus berfungsi sebagai pegangan tangan saat kita melangkah. Jadi butuh keberanian besar juga untuk melewatinya. Saat ini tidak jauh dari jembatan ini ada dermaga untuk kegiatan arung jeram.



AIR TERJUN CURUP TENANG



BEAUTIFUL WATERFALLS


Menurut mamaku dulu waktu kecil beliau dan teman-temannya sering berenang dan bermain sambil mencari ikan dan siput air di puncak air terjun ini.


Bagian yang paling seru dari datang ke tempat air terjun ini adalah mencoba menjangkau sedekat mungkin ke tempat jatuhnya air terjun. Sama sekali tidak mudah karena anginnya semakin dekat ke tempat jatuhnya air semakin kencang dan arus air disela-sela batu juga semakin deras, sementara permukaan batu cukup licin. Jarak antar batu juga makin jauh, sehingga kadang-kadang harus benar-benar lompat seperti yang dilakukan oleh orang di belakangku pada foto diatas. Sampai hari ini aku belum pernah berhasil menjangkau tempat jatuhnya air.


Air terjun ini selalu ramai dikunjungi orang saat akhir pekan atau hari libur lainnya. Biasanya sebelum pergi kami 'memantau' dulu dari teras rumah apakah pengunjung sedang penuh atau tidak. Kalau sangat penuh kami biasanya memilih untuk pergi ke sana sore hari saat semua orang beranjak pulang. Foto diatas adalah foto kakakku yang diambil saat pengunjungnya hanya kami.

Hal lain yang selalu ditunggu adalah ke sungai di belakang rumah kakekku. Sungainya juga berbatu-batu dan cukup lebar. Diseberang sungai masih hutan lebat, terlihat banyak monyet dan beruk yang bergelantungan diatas pohon disertai suara ribut mereka. Makin ke dekat hutan arus airnya makin deras, sehingga kami hanya berani bermain sampai ketengah sungai. Paling enak pergi kesini saat pagi dan sore hari, bisa berloncatan dari satu batu ke batu lain dengan nyaman karena permukaan batu tidak panas seperti saat siang hari.

"PASUKAN SIAP TEMPUR"


SUNGAI ENIM

"BERANI TIDAK KESANA???"



KESANA AJA AUNTIE.....



"AYO,SHA LOMPAT KE BATU SEBELAH!"


YA SUDAHLAH MASHA DIGENDONG SAJA YA..:)


MAIN AIR DULU YA, AUNTIE....



BAHAGIA BERMAIN AIR

All pictures by Cahya Tri Jatmiko

7 Comments:

At 12:19 AM, Anonymous Anonymous said...

persis seperti desa ideal seperti yang kita denger di buku-buku SD dulu itu. nice story. Pinjam kata-katanya seseorang "Tuhan tentu sedang tersenyum ketika menciptakannya". tapi bukankah Tuhan selalu tersenyum...

 
At 8:34 AM, Blogger anne said...

Hi I'm just a blogger exploring others' blogs. I really enjoyed these pictures.

 
At 12:10 PM, Blogger Fitri said...

ta, ponakan lo mirip lo banget:)

 
At 3:51 PM, Anonymous Anonymous said...

BEDEGUNG,BEDEAH KUAK LAHIR,BENYEAK NIAN KANCOU-KANCOU KUAK MIKNIAHI LAH KAWIN,,AMNUN LUNI EMAK NIAN BUSIAK GUK TENANG,RAMIII NIAN,BENYEAK NIAN YANG BEJILEMEN,..
SALAM UNTUAK KANCOW2,,DMES..(DEDI JEI)

 
At 3:53 PM, Anonymous Anonymous said...

SALAM UNTUK WAK MILI,,DARI KELUARGA H.JAMMI BEDEGUNG..

 
At 3:53 PM, Anonymous Anonymous said...

SALAM UNTUK WAK MILI,,DARI KELUARGA H.JAMMI BEDEGUNG..

 
At 3:28 PM, Blogger su'ef said...

mbak kpan k bedegung???????????

 

Post a Comment

<< Home