LOGIS
Pagi ini satu teman yang sudah lama tidak ketemu dan ngobrol denganku muncul dan menyapa di yahoo saat aku online. Obrolan pembukaannya kira-kira begini :
A : Inez, apa kamu masih seperti yang dulu ?? ( kaya’ lagu ginih :))
B : Hmm…maksudnya? Aku ya berubahlah pasti.
A : Apa kamu masih inez yang sangat logis ??
B : of course, aku masih logis :) tapi apa dulu nih context-nya ?
A: Kamu masih inez yang tidak mellow kan ??
Kalau gitu cuma kamu yang bisa aku curhatin
B : :), ok…What happen?
Dan curhat yang dimaksud ternyata diawali dengan pertanyaan2 ‘sulit’, misalnya :
Have you ever fallin in love? How is that feel ? Can you describe it as real as you can ??
Mulailah aku mencoba menceritakan fallin in love versiku :)'. Respon dia yang menceritakan kondisi dia menarik menurutku.
A : Kamu masih ingat rasanya naik kora-kora dan saat kamu berayun dari titik tertinggi ke bawah? Atau saat kamu di mobil dan ditikungan hampir 360 derajat ? Perutmu rasanya berputar-putar dan jantungmu rasanya tertinggal disana kan?? That’s what I feel kalau aku mulai memikirkan dia. Kalau kasus kora-kora dan mobil itu aku tau kira-kira penyebabnya..gaya centrifugal misalnya... lah ini penyebabnya aku gak tau .. pening aku..
Setelah pembicaraan panjang x lebar, kesana dan kesini, aku sampai pada saatnya memberi komentar, respon awal dia adalah :
Inez, aku perlu frasa-frasa yang lebih keras dari ini, that’s what I expect from you !
Aku agak kaget juga baca 1 baris kalimat ini di layar YM ku :). Agak lama aku memperhatikan 1 baris kalimat ini. Pertanyaan yang saat itu juga muncul di kepalaku : Logis = Keras ??, lalu apakah ini kesan yang orang tangkap dari aku ?
Dan ini juga mengingatkan aku dengan satu teman yang juga mencariku untuk curhat, dan minta 'dimarahin', dia tau dia salah tapi sulit keluar dari situasinya, dan untuk membantunya keluar dari situasi itu dia perlu orang yang beraksi keras. (Hidup memang aneh :))
Beberapa pertanyaan lain masih banyak yang muncul satu persatu di kepalaku, tapi teman di ujung sana perlu respon dari aku :)
Aku merespon begini :
Kalau gitu aku memang berubah ya ?? :) Tapi mungkin juga tidak, dasarnya tetap logis, tapi sekarang lebih humanis mungkin, rasanya aku selalu coba untuk menempatkan diriku di posisi orang yang mengalami, mencoba mengerti apa yang dirasakan dan mencoba memahami prosesnya mengapa sampai terjadi seperti itu. Ini proses logis- humanis mungkin ya :).
Kalau sudah begini, bagaimana harus keras ? :). Tapi, tidak keras bukan berarti tidak teguh.
Ok, sekarang kasusmu. Kalau kamu masih percaya dan menerima bahwa itu cinta terlarang, forbidden jadi sikapmu salah. Aku sendiri masih percaya dan memegang itu.
Tapi aku juga mengerti bahwa cinta itu tidak punya sensor untuk melacak surat nikah, misalnya, dia cuma punya sensor heart beat saja mungkin :). So, logis menurutku kamu fallin in love dengan dia. Makanya aku tidak bisa keras bilang sama kamu : kamu salah, tolol, tidak logis, dan sejenisnya). Tapi nevertheless, kamu harus kembali ke apa yang kamu pegang sebagai ‘benar’. Sulit ? Pasti. Butuh proses, dan disini aku pasti terlihat ‘tidak keras’ lagi dimata kamu, karena dititik ini aku ‘menerima’ kesalahan dan kegagalan along the process untuk menuju titik ‘benar’ itu :)’.
Menurutku jarak nyata itu memberi jarak pada hati, selama kamu tidak membangun jembatan penghubung disana, atau melanggengkan jembatan yang sudah ada disana untuk terus dilalui.
Jadi kalau sudah ada jembatan disana, perpanjang jaraknya, atau persulit melaluinya.
Sulit pasti awalnya, tapi benar kata orang : time will help, time will heal.
Good luck, my dear friend…….